Sabtu, 01 November 2014

model MBS di Indonesia (modul UT)












MAKALAH
MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH (IDIK4012)
TENTANG
“MODEL MANAJEMEN BERBAIS SEKOLAH DI INDONESIA”

Disusun Oleh :
Kelompok V


ASEP SUPRIATNA RM.
NIM. 819610406

DIKCY FATUROCHMAN
NIM. 820808657

ELVIN                     
NIM. 821004451

TUBAGUS ROBI
NIM. 819618203


UNIVERSITAS TERBUKA UPBJJ-UT
                                            POKJAR LEUWILIANG                             
2014


LEMBAR PENGESAHAN


“MODEL MANAJEMEN BERBAIS SEKOLAH DI INDONESIA”
Telah Disetujui Oleh :





Tutor Mata Kuliah Manajemen  Berbasis Sekolah



Drs. H. Cecep, MM



















KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT penulis dapat menyelesaikan tugas pembuatan makalah yang berjudul “MODEL MANAJEMEN BERBAIS SEKOLAH DI INDONESIA” dengan lancar. 
Dalam pembuatan makalah ini, penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 
1.      Bpk Cecep, S.Pd.MM selaku tutor Manajemen Berbasis Sekolah
2.      Semua anggota kelompok V yang telah menyusun secara sistematis sehingga makalah ini dapat selesai dengan lancar.
3.      Ibu dan Bapak dirumah yang telah memberikan bantuan materil maupun do’anya, sehingga pembuatan makalah ini dapat terselesaikan.
4.      Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang membantu pembuatan makalah ini. 
Akhir kata semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan penulis pada khususnya, penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari sempurna untuk itu penulis menerima saran dan kritik yang bersifat membangun demi perbaikan kearah kesempurnaan. Akhir kata penulis sampaikan terimakasih.




Bogor, Oktober 2014
Penulis








DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan ........................................................................................... i
Kata Pengantar ................................................................................................... ii
Daftar Isi ............................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
BAB II LANDASAN TEORI .......................................................................... 3
BAB III PEMBAHASAN ................................................................................ 5
A.      ELEMEN-ELEMEN POKOK MBS ......................................................... 5
B.       BANGUNAN MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH ......................... 8
C.       PERAN MASYARAKAT, DEWAN PENDIDIKAN, DAN
KOMITE SEKOLAH DALAM PENYELENGGARAAN
PENDIDIKAN NASIONAL .................................................................... 10
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA



















BAB I
PENDAHULUAN

1.1         LATAR BELAKANG
Munculnya Manajemen Berbasis Sekolah(MBS) tak lepas dari kinerja pendidikan suatu negara berdasarkan sistem
Sebelumnya berbagai inovasi yang diterapkan untuk meningkatkan kualitas pndidikan difokuskan pada lingkup kelas, seperti sperti perbaikan kurikulum, profesionalisme guru, mitode pengajaran, dan sistem evaluasi yang kesemunya itu kurang memberikan hasil maksimal. Bersamaan dengan berbagai upaya itu, pada tahun 1980-an terjadi perkembangan yang menggembirakan di bidang manajemen modern, yaitu atas keberhasilan penerapanya di industri dan organisasi komersial.
Pendidikan yang ada sebelumnya. Di hongkong misalnya, kemunculan MBS dilatarbelakangi kurang baiknya sistem pendidikan saat itu. Antara tahun 1960-an hingga 1970-an berbagai inovasi dilakukan melalui pengnalan kurikulum baru dan pendekatan metode pengajaran  baru dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan, namun hasilnya tidak memuaskan. Demikian juga di banyak negara lain seperti Kanada, Amerika Serikat, Australia, Inggris, Prancis, Selandia Baru, dan Indonesia.
Keberhasilan aplikasi manajemen modern itulah yang kemudian diadopsi untuk di terapkan di dunia pendidikan. Sejak saat itu masyarakat mulai sadar bahwa untuk meningkatkan kualitas pndidikan perlu melompat atau keluar dari lingkup pengajaran didalam kelas secara sempit ke lingkup organisasi sekolah. Oleh karena itu, diperlukan reformasi sistem secara struktural  dan gaya manajemen sekolah.
Oleh karena itu kami memilih judul model Manajemen Berbasis Sekolah di Indonesia
1.2         TUJUAN
Tujuan pembuatan makalah ini adalah :
1.2.1             Mengetahui makna manajemen berbasis sekolah.
1.2.2             Mengetahui elemen-elemen pokok MBS.
1.2.3             Mengetahui fungsi dari MBS.
1.2.4             Mengetahui bangunan manajemen berbasis sekolah

1.3         RUANG LINGKUP MATERI
MBS merupakan paradigma baru pendidikan yang memberikan otonomi luas pada tingkat sekolah dengan maksud agar sekolah leluasa mengelola sumber daya dan sumber dana dengan mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan. MBS merupakan paradigma baru pendidikan yang memberikan otonomi luas pada tingkat sekolah dengan maksud agar sekolah leluasa mengelola sumber daya dan sumber dana dengan mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan. Pada sistem MBS sekolah dituntut secara mandiri menggali, mengalokasikan, menentukan prioritas, mengendalikan, dan mempertanggungjawabkan pemberdayaan sumber-sumber, baik kepada masyarakat maupun pemerintah. MBS juga merupakan salah satu wujud dari reformasi pendidikan yang menawarkan kepada sekolah untuk menyediakan pendidikan yang lebih baik dan memadai bagi siswa. Hal ini juga berpotensi untuk meningkatkan kinerja staf, menawarkan partidipasi langsung kepada kelompok-kelompok terkait, dan meningkatkan pemahaman kepada masyarakat terhadap pendidikan. Pengertian MBS “Suatu konsep yang menempatkan kekuasaan pengambilan keputusan yang berkaitan dengan pendidikan diletakkan pada tempat yang paling dekat dengan proses belajar mengajar “ Tujuan MBS Tujuan utama penerapan MBS pada intinya adalah untuk penyeimbangan struktur kewenangan antara sekolah, pemerintah daerah pelaksanaan proses dan pusat sehingga manajemen menjadi lebih efisien. Kewenangan terhadap pembelajaran di serahkan kepada unit yang paling dekat dengan pelaksanaan proses pembelajaran itu sendiri yaitu sekolah. Disamping itu untuk memberdayakan sekolah agar sekolah dapat melayani masyarakat secara maksimal sesuai dengan keinginan masyarakat tersebut. Tujuan penerapan MBS adalah untuk memandirikan atau memberdayakan sekolah melalui kewenangan (otonomi) kepada sekolah dan mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif. 

BAB II
LANDASAN TEORI

1.             Kepemimpinan Kepala Sekolah
Kepemimpinan merupakan salah satu bagian dari manajemen (Nasution, 2005: 200). Lebih lanjut, Siagian (2002: 62), mengemukakan bahwa kepemimpinan memainkan peranan yang dominan, krusial, dan kritikal dalam keseluruhan upaya untuk meningkatkan produktivitas kerja, baik pada tingkat individual, pada tingkat kelompok, dan pada tingkat organisasi. Implenmentasi pada kepemimpinan kepala sekolah dalam manajemen berbasis sekolah. Hal ini memang penting dan memberikan manfaat yang besar bagi peningkatan mutu kinerja. Penggunaan School Based Management (Manajemen Berbasis Sekolah)
oleh Pemerintah Indonesia dalam kerangka meminimalisasi sentralisme pendidikan mempunyai implikasi yang signifikan bagi otonomi sekolah. Hal itu
berarti sekolah diberikan keleluasaan untuk mendayagunakan sumber daya yang
ada secara efektif. Oleh karena implikasi itu maka sekali lagi peran kepala sekolah sangat dibutuhkan untuk mengelola manusia-manusia yang ada dalam organisasi sekolah, termasuk memiliki strategi yang tepat untuk mengelola konflik. Kepala sekolah akan berhadapan dengan pribadi-pribadi yang berbeda karakter. Yang penting baginya adalah mempunyai pemahaman yang tangguh akan hakikat manusia. McGregor berasumsi bahwa manusia tidak memiliki sifat bawaan yang tidak menyukai pekerjaan. Di bawah kondisi tertentu manusia bersedia mencapai tujuan tanpa harus dipaksa dan ia mampu diserahi tanggung jawab. Urgensitasnya bagi kepala sekolah adalah menerapkan gaya kepemimpinan yang partisipatif demokratik dan memperhatikan perkembangan profesional sebagai salah satu cara untuk memotivasi guru-guru dan para siswa (Xaviery, 2004. ”Pendidikan Benarkah Wajah Sekolah Ada pada Kepala Sekolah”. www.diknas.go.id )
Kepala sekolah memiliki peran yang sangat besar. Kepala Sekolahmerupakan motor penggerak, penentu arah kebijakan menuju sekolah dan pendidikan secara luas. Sebagai pengelola institusi satuan pendidikan, kepala sekolah dituntut untuk selalu meningkatkan efektifitas kinerjanya. Untuk mencapai mutu sekolah yang efektif, kepala sekolah dan seluruh stakeholdersharus bahu membahu kerjasama dengan penuh kekompakan dalam segala hal. Selain itu berlandaskan teori Maslow, kepala sekolah juga disentil dengan persepsi bahwa guru dan siswa berkemungkinan memiliki tingkat kebutuhan yang  berbeda-beda. Yang pasti mereka akan mengejar kebutuhan yang lebih tinggi yakni interaksi, afiliasi sosial, aktualisasi diri dan kesempatan berkembang. Oleh karena itu, mereka bersedia menerima tantangan dan bekerja lebih keras. Kiat kepala sekolah adalah memikirkan fleksibilitas peran dan kesempatan, bukannya otoriter dan "semau gue". Demi kelancaran semua kegiatan itu kepala sekolah harus mengubah gaya pertemuan yang sifatnya pemberitahuan kepada pertemuan yang sesungguhnya yakni mendengarkan apa kata mereka dan bagaimana seharusnya mereka menindaklanjutinya (Xaviery, 2004. ”Benarkah Wajah Sekolah Ada pada Kepala Sekolah”. www.diknas.go.id ).

2.             Pemberdayaan Guru
Pada sekolah yang menerapkan MBS, kepala sekolah memiliki peran yang kuat dalam mengkoordinasikan, menggerakkan, dan menyerasikan semua sumber daya pendidikan yang tersedia. Kepemimpinan kepala sekolah merupakan salah satu faktor yang dapat mendorong untuk dapat mewujudkan visi, misi, tujuan, dansasaran sekolahnya melalui program-program yang dilaksanakan secara terencana dan bertahap (Depdiknas, 2007 : 17-18 ).
Salah satu faktor penting yang ikut menentukan tercapai-tidaknya tujuan sekolah adalah pengelolaan sekolah yang bersangkutan, berupa penerapan sejumlah prinsip dasar organisasi yang meliputi: penentuan visi, misi, dan tujuan sekolah, penentuan struktur organisasi atau pola kerjasama, pembagian kerja, koordinasi, kelancaran komunikasi, proses pengambilan keputusan, dan kelangsungan hidup organisasi.






BAB III
PEMBAHASAN

MODEL MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH DI INDONESIA

A.      ELEMEN-ELEMEN POKOK MBS
1.        MAKNA MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH
Istilah manajemen berbasis sekolah merupakan terjemahan dari “school-based management”. MBS merupakan paradigma baru pendidikan, yang memberikan otonomi luas pada tingkat sekolah ( pelibatan masyarakat ) dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional. Menurut Edmond yang dikutip Suryosubroto merupakan alternatif baru dalam pengelolaan pendidikan yang lebih menekankan kepada kemandirian dan kreatifitas sekolah. Nurcholis mengatakan Manajemen berbasis sekolah (MBS) adalah bentuk alternatif sekolah sebagai hasil dari desentralisasi pendidikan. Secara umum, manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah (MPMBS) dapat diartikan sebagai model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah dan mendorong pengambilan keputusan partisipatif yang melibatkan secara langsung semua warga sekolah (guru, siswa, kepala sekolah, karyawan, orang tua siswa, dan masyarakat) untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional. Lebih lanjut istilah manajemen sekolah acapkali disandingkan dengan istilah administrasi sekolah. Berkaitan dengan itu, terdapat tiga pandangan berbeda; pertama, mengartikan administrasi lebih luas dari pada manajemen (manajemen merupakan inti dari administrasi); kedua, melihat manajemen lebih luas dari pada administrasi (administrasi merupakan inti dari manajemen); dan ketiga yang menganggap bahwa manajemen identik dengan administrasi. Dalam hal ini, istilah manajemen diartikan sama dengan istilah administrasi atau pengelolaan, yaitu segala usaha bersama untuk mendayagunakan sumber-sumber, baik personal maupun material, secara efektif dan efisien guna menunjang tercapainya tujuan pendidikan di sekolah secara optimal. Pengertian manajemen menurut Hasibuan merupakan ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan tertentu. Definisi manajemen tersebut menjelaskan pada kita bahwa untuk mencapai tujuan tertentu, maka kita tidak bergerak sendiri, tetapi membutuhkan orang lain untuk bekerja sama dengan baik.

2.        FUNGSI DAN SUBSTANSI MBS
Fungsi MBS adalah :
1.        Perencanaan
Perencanaan merupakan proses yang sistematis dalam pengambilan keputusan manajemen tentang tindakan yang akan dilakukan manajemen pada waktu yang akan datang. Perencanaan ini juga merupakan kumpulan kebijakan yang secara sistematik disusun dan dirumuskan berdasarkan data yang dapat dipertanggungjawabkan serta dapat dipergunakan sebagai pedoman kerja. Dalamperencanaan terkandung makna pemahaman terhadap apa yang dikerjakan , permasalahan yang dihadapi dan alternative pemecahannya serta untuk melaksanakan prioritas kegiatan yang telah ditentukan secara proporsional
2.        Pelaksanaan
Pelaksanaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan rencana manajemen menjadi tindakan nyata dalam rangka mencapai tujuan manajemen secara efektif & efisien. Rencana yang telah disusun oleh manajemen akan memiliki nilai jika dilaksanakan dengan efektif dan efisien. Dalam pelaksanaansetiap organisasi harus memiliki kukuatan yang mantap dan meyakinkan sebat jika tidak kuat maka proses pendidikan seperti yang diinginkan akan sulit terealisasi.
3.        Pengawasan
Pengawasan merupakan upaya untuk mengamati secara sistematis dan berkesinambungan, merekam, memberi penjelasan,petunjuk, pembinaan, dan meluruskan berbagai hal yang kurang tepat, serta memperbaiki kesalahan. Pengawasan merupakan kunci keberhasilan dalam keseluruhan proses manajemen, perlu dilihat secara komprehensif, terpadu, dan tidak terbatas pada hal – hal tertentu.
4.         Pembinaan
Pembinaan merupakan rangkaian upaya pengendalian secara professional semua unsur organisasi agar berfungsi sebagaimana mestinya sehingga rencana  manajemen untuk mencapai tujuan dapak terlaksana secara efektif & efisien. Pelaksanaan manajemen sekolah yang efektif dan efisien menuntut dilaksanakannya keempat fungsi pokok manajemen tersebut secara terpadu dan terintegrasi dalam pengelolaan bidang – bidang kegiatan manajemen pendidikan. Manajemen Pendidikan merupakan alternative strategis untuk meningkatkan mutu / kualitas pendidikan, karena hasil penelitian Balitbangdikbud ( 1991) menunjukan bahwa manajemen pendidikan merupakan salah satu factor yang mempengaruhi kualitas pendidikan.

SUBSTANSI MBS
Fungsi dan substansi Manajemen Berbasis Sekolah, dari aspek fungsinya, beberapa hal yang tercakup adalah perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan, evaluasi, dan kepemimpinan. Fungsi-fungsi ini dilaksanakan oleh sekolah (kepala sekolah, guru, dibantu oleh komite sekolah) dan ada yang berpendapat karena pentingnya “kepemimpinan” maka manajemen dan kepemimpinan dipisahkan. Substansi atau bidang yang dikelola oleh sekolah dengan fungsi-fungsi tersebut meliputi :
1.        Bidang Teknis Edukatif
Manajemen bidang teknis edukatif di sekolah yang sangat penting adalah aspek kurikulum dan implementasinya (pelaksanaannya) di sekolah. Dalam kaitannya dengan kurikulum.
2.        Bidang Ketenagaan
Fungsi-fungsi manajemen dalam urusan ketenagaan di antaranya mencakup perencanaan mencakup perencanaan kebutuhan, seleksi, pengangkatan, penempatan, pengembangan, dan pemberhentian. Bagi sekolah negri, fungsi yang menjadi kewenangan kepala sekolah tidak sekompleks tersebut. Selama ini peran sekolah hanya sebatas mengusulkan kebutuhan tenaga (guru dan nonguru), memproses/mengusulkan angka kredit, mengusulkan pension atau usul pindah.
3.        Bidang keuangan
Terutama untuk pendanaan pendidikan di sekolah merupakan salah satu elemen MBS yang sangat penting. Merujuk pada keuangan sekolah sebagai elemen asensial dalam pelaksanaan MBS.
4.        Bidang Sarana dan Prasarana
Kasus-kasus terjadi yang menunjukkan inisiatif sekolah untuk memenuhi sendiri sarana prasarana pendidikan. Diantara sekolah banyak yang membangun tambahan ruang kelas baru atau memperbaiki ruang kelas yang rusak secara mandiri (dengan bantuan orang tua peserta didik dan BP3 atau komite sekolah). Ada juga sekolah-sekolah yang membeli buku pelajaran dan tambahan buku perpustakaan atas inisiatif sendiri.Di sisi lain, juga ada sebagian buku-bukuyang didropoleh pemerintah provinsi, atau pemerintah kabupaten/kota.
5.        Bidang Kesiswaan
Siswa atau peserta didik merupakan komponen yang sangat penting karena menjadi muara  dan seluruh upaya perbaikan komponen-komponen lainnya dalam manajemen pendidikan. Perbaikan kurikulum dan penataran guru misalnya, tujuan akhirnya adalah untuk membuat agar prestasi peserta didik menjadi lebih baik.

B.       BANGUNAN MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH
Banyak guru, kepala sekolah, bahkan kalangan dinas pendidikan yang melihat kebijakan pembaruan di bidang pendidikan secara terpotong-potong tidak menyeluruh. Mereka mungkin tidak salah karena mereka memperoleh dari berbagai sumber, kepentingan dan kegiatan yang berbeda. Kesan yang timbul seolah-olah banyak sekalik kebijakan baru yang membuat pusing sekolah. Bagan bangunan MBS dimaksudkan untuk menghilangkan kesan banyak sekali kebijakanb baru yang seolah-olah berdiri sendiri-sendiri.
1.    Bangunan Segi empat MBS dan daerah lingkaran
a)          Bangunan segi empat MBS merefleksikan proses pengelolaan pendidikan.
b)          Proses pembelajaran (PBM) digambarkan dalam bangunana lingkaran dengan garis-garis tebal karena proses ini lebih terfokus, direncanakan dengan sadar, materi dan metode serta sumber major yang spesifik dan dengan tujuan untuk mencapai kompetensi yang spesifik pula, sedangkan roses pendidikan di dalam sebuah sekolah merupakan wadah interasosial yang lebih luas dan beragam kegiatannya.
c)           Sumber Daya Pendidikan (SDP) merupakan sisi penopang penting untuk keberhasilan proses pembelajaran maupun prosees pendidikan pada umumnya pada suatu sekolah.
d)          Kurikulum berbasis kompetensi menuntut inisiatif dan kreativitas guru, bahkan para guru baik secara sendiri atau kelompok dapat merumuskan silabus dan kompetensi yang harus dicapai oleh peserta didik.

2.    Atap Segitiga
Dalam bangunan MBS, terdapat atap segitiga akuntabilitas yang merujuk kepada standar nasional, akreditasi sekolah dan evaluasi independen oleh lembaga mandiri.
Kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan dasar dan menengah juga berfungsi sebagai standar nasional karena ditetapkan oleh pemerintah pusat.
Evaluasi merupakan bentuk akuntabilitas yang diberikan kepada satuan-satuan pendidikan, termasuk program-programnya.
Menurut pasal 61 UU Nomor 20 tahun 2003, sertifikat berbentuk ijazah dan sertifikat kompetensi.
Sertifikat kompetensi melalui uji kompetensi pada umumnya sangat populer untuk sekolah kejuruan dan kursus-kursus serta pelatihan keterampilan tertentu yang bersifa vokasional.
Berdasarkan pasal 61 UU Nomor 20 tahun 2003, p[ara pengambil kebijakan masih mempunyai ruang untuk mengatur pelaksanaannya.

3.    Lantai Prasyarat (SPM), Fondasi (Kebijakan Pemerintah Kabupaten/Kota) dan Lahan (Aspirasi Masyarakat)
Pelaksanaan MBS yang berwawasan mutu (MBS) akan sulit diwujudkan bahkan dalam kondisi tertentu tidak dapat dilaksanakan, kalau pemenuhan standar  pelayanan minimal sekolah (P-SPM-S) tidak dilaksanakan untuk mendukung sumber daya pendidikan (SDM) yang memadai. Sesuai dengan Kepmendiknas Nomor 044/U/2002, Dewan Pendidikan berperan menampung dan menyalurkan aspirasi tersebut, dengan fungsinya sebagai pendukung (turut mencari solusi dan pemecahan masalah), penasehat (pemberi saran), pengawas (ikut mengontrol) dan mediator (penghubung berbagai pihak untuk membantu pendidikan). Dalam praktik saling hubungan antarelemen tersebut sungguhpun merupakan parameter, tetapi pelaksanaannya elastis/fleksibel dan dinamis dan sangat ditentukan oleh loyalitas serta kesungguhan berbagai pihak terkait terhadap pelaksanaan sistem yang berlaku.

C.      PERAN MASYARAKAT, DEWAN PENDIDIKAN, DAN KOMITE SEKOLAH DALAM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN NASIONAL
Dalam proses pendidikan ada tiga lingkungan penting yang sangat berpengaruh yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat yang mempunyai sasaran yang sama yaitu anak.
Pembentukan dewan pendidikan dan komite sekolah tidak terlepas dari upaya mensinergikan dukungan dan peran serta masyarakat baik yang terdiri dari perorangan, kelompok, tokoh masyarakat, dunia usaha, organisasi profesi dan organisasi kemasyarakatan lainnya serta orang tua peserta didik untuk bersama-sama sekolah mengusahakan tercapainya peningkatan mutu, pemerataan dan efisiensi pengelolaan pendidikan secara demokratis dan accountable dalam rangka tujuan pendidikan nasional.
1.      Peran serta masyarakat menurut UU No. 2 tahun 1989 tentang Sisdiknas
Pada Bab XIII undang-undang No. 2 tahun 1989 pasal 47, ayat (1), (2), dan (3) tentang peran serta masyarakat disebutkan sebagai berikut :
1)             Masyarakat sebagai mitra pemerintah berkesempatan yang seluas-luasnya untuk berperan serta dalam penyelenggaraan pendidikan nasional.
2)             Ciri khas satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat tetap diindahkan.
3)             Syarat-syarat dan tata cara dalam penyelenggaraan pendidikan ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
Dari pasal 47 ayat 1, 2 dan penjelasan pasal ini jelas, peran serta masyarakat dalam pendidikan pemaknaannya dibatasi hanya dalam hal penyelenggaraan pendidikan di luar yang diselenggarakan oleh pemerintah. Artinya, peran serta tersebut terbatas dalam bentuk penyelenggaraan sekolah swasta.
Satu-satunya wadah yang memberi kesempatan kepada masyarakat untuk memberikan saran atau pertimbangan adalah Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional (BPPN), yang peranannya dinyatakan dalam Bab XIV pasal 48 ayat 1, 2 sbb :
1)             Keikutsertaan masyarakat dalam penentuan kebijaksanaan menteri berkenaan dengan sistem pendidikan nasional diselenggarakan melalui suatu Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional yang beranggotakan tokoh-tokoh masyarakat dan yang menyampaikan saran, nasehat, dapemikiran lain sebagai bahan pertimbangan.
2)             Pembentukan Badan Pertimbangan Nasional dan pengangkatan anggota-anggotanya dilakukan oleh Presiden.

Dari hal itu, dapat diketahui bahwa peran serta masyarakat lebih difokuskan pada pendirian (penyelenggaraan) sekolah swasta.
Konsep bahwa pendidikan merupakan tanggungjawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah dimaknai secara sempit karena hanya dikaitkan dengan biaya pendidikan. Rumusan tersebut terdapat pada penjelasan pasal 25 ayat 1 butir 1/Sementara pasal 25 pada UU No. 2 tahun 1989 ayat 1 butir 1 bunyinya sbb :
(1)  Setiap peserta didik berkewajiban untuk
1.  Ikut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan, kecuali bagi peserta didik yang dibebaskan dari kwajiban tersebut sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Sekali lagi, tampak bahwa pengertian tanggungjawab bersama telah dikerdilkan artinya, hanya sebatas sumbangan biaya pendidikan bagi siswa sekolah negeri, yang bukan pada jenjang wajib belajar.




2.      Peran Serta Masyarakat menurut UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003
Untuk memperjelas jaminan hukum terhadap berbagai peran serta masyarakat dalam sistem pendidikan nasional, memperhatikan pasal-pasal dalam UU No 20 tahun 2003 berikut ini :
a.              Berkaitan dengan kelompok masyarakat dalam pendidikan, bagian kesatu, umum
b.             Berkaitan dengan hak masyarakat untuk menyelenggarakan pendidikan bagian kedua dari Bab XV, pendidikan berbasis masyarakat, pasal 55 ayat 1 sampai 4
c.              Berkaitan dengan wadah mekanisme untuk mensinergikan peran serta masyarakat secara keseluruhan

3.      Keputusan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 044/U/2002 tentang     Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah.
            Depdiknas melalui Kepmendiknas No. 044/U/2002 telah mencanangkan pembentukan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah di seluruh Indonesia.

4.      Beberapa catatan tentang Pelaksanaan Perean Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah
Beberapa catatan untuk mendukung peran lembaga-lembaga mandiri tersebut, sebagai berikut :
a.    Batasan peran Dewan pendidikan dan Komite Sekolah
Pelaksanaan kebijakan menjadi tanggungjwab birokrasi pendidikan di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota, sebagai pasangan kerja Dewan Pendidikan sesuai lingkupnya. Sedangkan pelaksnaan kebijakan sekolah ada di tangan satuan pendidikan yang bersangkutan.

Keterlibatan anggota maupun pengurus baik Dewan Pendidikan maupun Komite Sekolah dalam melaksanakan tugasnya adalah atas nama lembaga bukan pribadi. Apa yang mereka lakukan harus dipertanggungjawabkab kepada lembaga dan kalau terdapat penyimpanan tentu akan dituntut sesuau aturan perundangan yang berlaku :
1.        Hak orang tua siswa
Masalah yang menyangkut kepentingan orang tua secara bersama/umum dapat disalurkan melalui Komite Sekolah
2.        Acuan atau Panduan Pembentukan Dewan Pendidikan dan Komite sekolah yang dikeluarkan mendiknas dengan keputusan No 044/U/2002 sudah cukup memadai, paling tidak untuk kondisi masyarakat dan sekolah yang sedang dalam perailah ke arah kemandirian.
3.        Status kelembagaan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah dan keanggotaannya.
Dewan pendidikan dan Komite sekolah sebagai lembaga mandiri , keanggotaannya bersifat terbuka dan suka rela
4.        Sosialisasi Dewan pendidikan dan Komite Sekolah secara terpadu dengan komponen pembaruan lainnya.
5.        Pembentukan komite sekolah agar dilakukan sebagai ”gayung bersambut” dengan penerapan MBS sesuai pesan pasal 51 UU No. 20 tahun 2003.















BAB IV
PENUTUP

1.        KESIMPULAN
Istilah manajemen berbasis sekolah merupakan terjemahan dari “school-based management”. MBS merupakan paradigma baru pendidikan, yang memberikan otonomi luas pada tingkat sekolah ( pelibatan masyarakat ) dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional. Menurut Edmond yang dikutip Suryosubroto merupakan alternatif baru dalam pengelolaan pendidikan yang lebih menekankan kepada kemandirian dan kreatifitas sekolah. Nurcholis mengatakan Manajemen berbasis sekolah (MBS) adalah bentuk alternatif sekolah sebagai hasil dari desentralisasi pendidikan. Fungsi dan substansi Manajemen Berbasis Sekolah, dari aspek fungsinya, beberapa hal yang tercakup adalah perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan, evaluasi, dan kepemimpinan. Fungsi-fungsi ini dilaksanakan oleh sekolah (kepala sekolah, guru, dibantu oleh komite sekolah) dan ada yang berpendapat karena pentingnya “kepemimpinan” maka manajemen dan kepemimpinan dipisahkan.

2.        SARAN
Berdasarkan hasil penelitian, maka ada beberapa pandangan peneliti yang sekiranya dapat diangkat sebagai saran bagi pihak sekolah, dan peneliti yang akan datang.
1.        Bagi sekolah hendaknya untuk meningkatkan kualifikasi akademik guru yang belum sesuai dengan tuntutan program dan melengkapi kekurangan sarana dan prasarana sekolah. Selain itu, kerjasama dengan pihak terkait  agar lebih diintensifkan sehingga sekolah bisa mendapatkan bantuan dana dari perusahan atau lembaga selain pemerintah dan orang tua siswa.
2.        Bagi pembaca diharapkan dapat melakukan penelitian lanjutan mengenai implementasi Manajemen Berbasis Sekolah dengan tinjauan yang berbeda yaitu tentang substsi program dan pendanaan sekolah.


DAFTAR PUSTAKA

Departemen Pendidikan Nasional RI.(2001). Manajemen Berbasis Sekolah Dasar. Jakarta : Ditjen Dikdasmen.
Keputusan Mentri Pendidikan Nasonal RI Nomor 004/U/22 tentang Dewan Pendidikan dan Komie sekolah. Jakarta :Depdiknas, 2002.
Sritejo, R. (2012). Peran Masyarakat, Dewan Pendidikan, dan Komite Sekolah dalam Penyelenggaraan Pendidikan Nasional. Di uuduh dari : http://fedelisrudi.blogspot.com/2012/10/peran-masyarakat-dewan-pendidikan-dan.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar