
MAKALAH
MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH (IDIK4012)
TENTANG
“MODEL MANAJEMEN BERBAIS SEKOLAH DI
INDONESIA”
Disusun
Oleh :
Kelompok V
ASEP SUPRIATNA RM.
NIM. 819610406
DIKCY FATUROCHMAN
NIM. 820808657
ELVIN
NIM. 821004451
TUBAGUS ROBI
NIM. 819618203
|
UNIVERSITAS TERBUKA UPBJJ-UT
POKJAR
LEUWILIANG
2014
LEMBAR
PENGESAHAN
“MODEL
MANAJEMEN BERBAIS SEKOLAH DI INDONESIA”
Telah Disetujui
Oleh :
Tutor
Mata Kuliah Manajemen Berbasis Sekolah
Drs. H. Cecep, MM
|
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT penulis
dapat menyelesaikan tugas pembuatan makalah yang berjudul “MODEL
MANAJEMEN BERBAIS SEKOLAH DI INDONESIA” dengan lancar.
Dalam pembuatan makalah ini, penulis mendapat
bantuan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bpk Cecep,
S.Pd.MM selaku tutor Manajemen Berbasis Sekolah
2. Semua
anggota kelompok V yang telah menyusun secara sistematis sehingga makalah ini
dapat selesai dengan lancar.
3. Ibu dan
Bapak dirumah yang telah memberikan bantuan materil maupun do’anya, sehingga
pembuatan makalah ini dapat terselesaikan.
4. Semua pihak
yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang membantu pembuatan makalah
ini.
Akhir kata semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi
pembaca pada umumnya dan penulis pada khususnya, penulis menyadari bahwa dalam
pembuatan makalah ini masih jauh dari sempurna untuk itu penulis menerima saran
dan kritik yang bersifat membangun demi perbaikan kearah kesempurnaan. Akhir
kata penulis sampaikan terimakasih.
Bogor, Oktober 2014
Penulis
|
DAFTAR ISI
Lembar
Pengesahan ........................................................................................... i
Kata
Pengantar ................................................................................................... ii
Daftar
Isi ............................................................................................................ iii
BAB
I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
BAB
II LANDASAN TEORI .......................................................................... 3
BAB
III PEMBAHASAN ................................................................................ 5
A.
ELEMEN-ELEMEN POKOK MBS ......................................................... 5
B.
BANGUNAN MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH ......................... 8
C.
PERAN MASYARAKAT, DEWAN PENDIDIKAN, DAN
KOMITE SEKOLAH DALAM
PENYELENGGARAAN
PENDIDIKAN NASIONAL .................................................................... 10
BAB
IV KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 14
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR
BELAKANG
Munculnya
Manajemen Berbasis Sekolah(MBS) tak lepas dari kinerja pendidikan suatu negara
berdasarkan sistem
Sebelumnya
berbagai inovasi yang diterapkan untuk meningkatkan kualitas pndidikan
difokuskan pada lingkup kelas, seperti sperti perbaikan kurikulum,
profesionalisme guru, mitode pengajaran, dan sistem evaluasi yang kesemunya itu
kurang memberikan hasil maksimal. Bersamaan dengan berbagai upaya itu, pada
tahun 1980-an terjadi perkembangan yang menggembirakan di bidang manajemen
modern, yaitu atas keberhasilan penerapanya di industri dan organisasi
komersial.
Pendidikan
yang ada sebelumnya. Di hongkong misalnya, kemunculan MBS dilatarbelakangi
kurang baiknya sistem pendidikan saat itu. Antara tahun 1960-an hingga 1970-an
berbagai inovasi dilakukan melalui pengnalan kurikulum baru dan pendekatan
metode pengajaran baru dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan,
namun hasilnya tidak memuaskan. Demikian juga di banyak negara lain seperti
Kanada, Amerika Serikat, Australia, Inggris, Prancis, Selandia Baru, dan
Indonesia.
Keberhasilan
aplikasi manajemen modern itulah yang kemudian diadopsi untuk di terapkan di
dunia pendidikan. Sejak saat itu masyarakat mulai sadar bahwa untuk
meningkatkan kualitas pndidikan perlu melompat atau keluar dari lingkup
pengajaran didalam kelas secara sempit ke lingkup organisasi sekolah. Oleh
karena itu, diperlukan reformasi sistem secara struktural dan gaya manajemen
sekolah.
Oleh
karena itu kami memilih judul model Manajemen Berbasis Sekolah di Indonesia
1.2
TUJUAN
Tujuan pembuatan makalah ini adalah :
1.2.1
Mengetahui makna manajemen berbasis sekolah.
1.2.2
Mengetahui elemen-elemen pokok MBS.
1.2.3
Mengetahui fungsi dari MBS.
1.2.4
Mengetahui bangunan manajemen berbasis sekolah
1.3
RUANG
LINGKUP MATERI
MBS
merupakan paradigma baru pendidikan yang memberikan otonomi luas pada tingkat
sekolah dengan maksud agar sekolah leluasa mengelola sumber daya dan sumber
dana dengan mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan. MBS merupakan
paradigma baru pendidikan yang memberikan otonomi luas pada tingkat sekolah
dengan maksud agar sekolah leluasa mengelola sumber daya dan sumber dana dengan
mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan. Pada sistem MBS sekolah
dituntut secara mandiri menggali, mengalokasikan, menentukan prioritas,
mengendalikan, dan mempertanggungjawabkan pemberdayaan sumber-sumber, baik
kepada masyarakat maupun pemerintah. MBS juga merupakan salah satu wujud dari
reformasi pendidikan yang menawarkan kepada sekolah untuk menyediakan pendidikan
yang lebih baik dan memadai bagi siswa. Hal ini juga berpotensi untuk
meningkatkan kinerja staf, menawarkan partidipasi langsung kepada
kelompok-kelompok terkait, dan meningkatkan pemahaman kepada masyarakat
terhadap pendidikan. Pengertian MBS “Suatu konsep yang menempatkan kekuasaan
pengambilan keputusan yang berkaitan dengan pendidikan diletakkan pada tempat
yang paling dekat dengan proses belajar mengajar “ Tujuan MBS Tujuan utama
penerapan MBS pada intinya adalah untuk penyeimbangan struktur kewenangan
antara sekolah, pemerintah daerah pelaksanaan proses dan pusat sehingga
manajemen menjadi lebih efisien. Kewenangan terhadap pembelajaran di serahkan
kepada unit yang paling dekat dengan pelaksanaan proses pembelajaran itu
sendiri yaitu sekolah. Disamping itu untuk memberdayakan sekolah agar sekolah
dapat melayani masyarakat secara maksimal sesuai dengan keinginan masyarakat
tersebut. Tujuan penerapan MBS adalah untuk memandirikan atau memberdayakan
sekolah melalui kewenangan (otonomi) kepada sekolah dan mendorong sekolah untuk
melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif.
BAB II
LANDASAN TEORI
1.
Kepemimpinan Kepala Sekolah
Kepemimpinan
merupakan salah satu bagian dari manajemen (Nasution, 2005: 200). Lebih lanjut,
Siagian (2002: 62), mengemukakan bahwa kepemimpinan memainkan peranan yang
dominan, krusial, dan kritikal dalam keseluruhan upaya untuk meningkatkan
produktivitas kerja, baik pada tingkat individual, pada tingkat kelompok, dan
pada tingkat organisasi. Implenmentasi pada kepemimpinan kepala sekolah dalam
manajemen berbasis sekolah. Hal ini memang penting dan memberikan manfaat yang
besar bagi peningkatan mutu kinerja. Penggunaan School Based Management
(Manajemen Berbasis Sekolah)
oleh Pemerintah Indonesia
dalam kerangka meminimalisasi sentralisme pendidikan mempunyai implikasi yang
signifikan bagi otonomi sekolah. Hal itu
berarti sekolah diberikan
keleluasaan untuk mendayagunakan sumber daya yang
ada secara efektif. Oleh
karena implikasi itu maka sekali lagi peran kepala sekolah sangat dibutuhkan
untuk mengelola manusia-manusia yang ada dalam organisasi sekolah, termasuk
memiliki strategi yang tepat untuk mengelola konflik. Kepala sekolah akan
berhadapan dengan pribadi-pribadi yang berbeda karakter. Yang penting baginya
adalah mempunyai pemahaman yang tangguh akan hakikat manusia. McGregor
berasumsi bahwa manusia tidak memiliki sifat bawaan yang tidak menyukai
pekerjaan. Di bawah kondisi tertentu manusia bersedia mencapai tujuan tanpa
harus dipaksa dan ia mampu diserahi tanggung jawab. Urgensitasnya bagi kepala
sekolah adalah menerapkan gaya kepemimpinan yang partisipatif demokratik dan
memperhatikan perkembangan profesional sebagai salah satu cara untuk memotivasi
guru-guru dan para siswa (Xaviery, 2004. ”Pendidikan Benarkah Wajah Sekolah Ada
pada Kepala Sekolah”. www.diknas.go.id )
Kepala sekolah
memiliki peran yang sangat besar. Kepala Sekolahmerupakan motor penggerak,
penentu arah kebijakan menuju sekolah dan pendidikan secara luas. Sebagai
pengelola institusi satuan pendidikan, kepala sekolah dituntut untuk selalu
meningkatkan efektifitas kinerjanya. Untuk mencapai mutu sekolah yang efektif,
kepala sekolah dan seluruh stakeholdersharus bahu membahu kerjasama dengan
penuh kekompakan dalam segala hal. Selain itu berlandaskan teori Maslow, kepala
sekolah juga disentil dengan persepsi bahwa guru dan siswa berkemungkinan
memiliki tingkat kebutuhan yang berbeda-beda.
Yang pasti mereka akan mengejar kebutuhan yang lebih tinggi yakni interaksi, afiliasi
sosial, aktualisasi diri dan kesempatan berkembang. Oleh karena itu, mereka
bersedia menerima tantangan dan bekerja lebih keras. Kiat kepala sekolah adalah
memikirkan fleksibilitas peran dan kesempatan, bukannya otoriter dan
"semau gue". Demi kelancaran semua kegiatan itu kepala sekolah harus
mengubah gaya pertemuan yang sifatnya pemberitahuan kepada pertemuan yang
sesungguhnya yakni mendengarkan apa kata mereka dan bagaimana seharusnya mereka
menindaklanjutinya (Xaviery, 2004. ”Benarkah Wajah Sekolah Ada pada Kepala
Sekolah”. www.diknas.go.id ).
2.
Pemberdayaan Guru
Pada sekolah
yang menerapkan MBS, kepala sekolah memiliki peran yang kuat dalam
mengkoordinasikan, menggerakkan, dan menyerasikan semua sumber daya pendidikan
yang tersedia. Kepemimpinan kepala sekolah merupakan salah satu faktor yang
dapat mendorong untuk dapat mewujudkan visi, misi, tujuan, dansasaran
sekolahnya melalui program-program yang dilaksanakan secara terencana dan
bertahap (Depdiknas, 2007 : 17-18 ).
Salah satu
faktor penting yang ikut menentukan tercapai-tidaknya tujuan sekolah adalah
pengelolaan sekolah yang bersangkutan, berupa penerapan sejumlah prinsip dasar
organisasi yang meliputi: penentuan visi, misi, dan tujuan sekolah, penentuan
struktur organisasi atau pola kerjasama, pembagian kerja, koordinasi,
kelancaran komunikasi, proses pengambilan keputusan, dan kelangsungan hidup
organisasi.
BAB III
PEMBAHASAN
MODEL MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH DI INDONESIA
A.
ELEMEN-ELEMEN POKOK MBS
1.
MAKNA MANAJEMEN BERBASIS
SEKOLAH
Istilah manajemen
berbasis sekolah merupakan terjemahan dari “school-based management”. MBS
merupakan paradigma baru pendidikan, yang memberikan otonomi luas pada tingkat
sekolah ( pelibatan masyarakat ) dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional.
Menurut Edmond yang dikutip Suryosubroto merupakan alternatif baru dalam
pengelolaan pendidikan yang lebih menekankan kepada kemandirian dan kreatifitas
sekolah. Nurcholis mengatakan Manajemen berbasis sekolah (MBS) adalah bentuk
alternatif sekolah sebagai hasil dari desentralisasi pendidikan. Secara umum,
manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah (MPMBS) dapat diartikan sebagai
model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah dan
mendorong pengambilan keputusan partisipatif yang melibatkan secara langsung
semua warga sekolah (guru, siswa, kepala sekolah, karyawan, orang tua siswa,
dan masyarakat) untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan
pendidikan nasional. Lebih lanjut istilah manajemen sekolah acapkali
disandingkan dengan istilah administrasi sekolah. Berkaitan dengan itu,
terdapat tiga pandangan berbeda; pertama, mengartikan administrasi lebih luas
dari pada manajemen (manajemen merupakan inti dari administrasi); kedua,
melihat manajemen lebih luas dari pada administrasi (administrasi merupakan
inti dari manajemen); dan ketiga yang menganggap bahwa manajemen identik dengan
administrasi. Dalam hal ini, istilah manajemen diartikan sama dengan istilah
administrasi atau pengelolaan, yaitu segala usaha bersama untuk mendayagunakan
sumber-sumber, baik personal maupun material, secara efektif dan efisien guna
menunjang tercapainya tujuan pendidikan di sekolah secara optimal. Pengertian
manajemen menurut Hasibuan merupakan ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan
sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk
mencapai tujuan tertentu. Definisi manajemen tersebut menjelaskan pada kita
bahwa untuk mencapai tujuan tertentu, maka kita tidak bergerak sendiri, tetapi
membutuhkan orang lain untuk bekerja sama dengan baik.
2.
FUNGSI DAN SUBSTANSI MBS
Fungsi MBS adalah :
1.
Perencanaan
Perencanaan merupakan proses yang sistematis dalam pengambilan keputusan
manajemen tentang tindakan yang akan dilakukan manajemen pada waktu yang akan
datang. Perencanaan ini juga merupakan kumpulan kebijakan yang secara sistematik disusun
dan dirumuskan berdasarkan data yang dapat dipertanggungjawabkan serta dapat
dipergunakan sebagai pedoman kerja. Dalamperencanaan terkandung makna pemahaman terhadap apa yang dikerjakan ,
permasalahan yang dihadapi dan alternative pemecahannya serta untuk
melaksanakan prioritas kegiatan yang telah ditentukan secara proporsional
Pelaksanaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan
rencana manajemen menjadi tindakan nyata dalam rangka mencapai tujuan manajemen
secara efektif & efisien. Rencana yang telah disusun oleh manajemen akan
memiliki nilai jika dilaksanakan dengan efektif dan efisien. Dalam pelaksanaansetiap organisasi harus memiliki kukuatan yang mantap dan meyakinkan sebat
jika tidak kuat maka proses pendidikan seperti yang diinginkan akan sulit
terealisasi.
3.
Pengawasan
Pengawasan merupakan upaya untuk mengamati secara sistematis dan
berkesinambungan, merekam, memberi penjelasan,petunjuk, pembinaan, dan
meluruskan berbagai hal yang kurang tepat, serta memperbaiki kesalahan. Pengawasan
merupakan kunci keberhasilan dalam keseluruhan proses manajemen, perlu dilihat
secara komprehensif, terpadu, dan tidak terbatas pada hal – hal tertentu.
Pembinaan merupakan rangkaian upaya pengendalian secara
professional semua unsur organisasi agar berfungsi sebagaimana mestinya
sehingga rencana manajemen untuk mencapai tujuan dapak terlaksana secara
efektif & efisien. Pelaksanaan manajemen sekolah yang efektif dan efisien
menuntut dilaksanakannya keempat fungsi pokok manajemen tersebut secara terpadu
dan terintegrasi dalam pengelolaan bidang – bidang kegiatan manajemen
pendidikan. Manajemen Pendidikan merupakan alternative strategis untuk meningkatkan
mutu / kualitas pendidikan, karena hasil penelitian Balitbangdikbud ( 1991)
menunjukan bahwa manajemen pendidikan merupakan salah satu factor yang
mempengaruhi kualitas pendidikan.
SUBSTANSI MBS
Fungsi dan substansi Manajemen Berbasis Sekolah, dari aspek
fungsinya, beberapa hal yang tercakup adalah perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan, pengawasan, evaluasi, dan kepemimpinan. Fungsi-fungsi ini
dilaksanakan oleh sekolah (kepala sekolah, guru, dibantu oleh komite sekolah)
dan ada yang berpendapat karena pentingnya “kepemimpinan” maka manajemen dan
kepemimpinan dipisahkan. Substansi atau bidang yang dikelola oleh sekolah
dengan fungsi-fungsi tersebut meliputi :
1.
Bidang
Teknis Edukatif
Manajemen bidang teknis
edukatif di sekolah yang sangat penting adalah aspek kurikulum dan
implementasinya (pelaksanaannya) di sekolah. Dalam kaitannya dengan kurikulum.
2.
Bidang
Ketenagaan
Fungsi-fungsi manajemen
dalam urusan ketenagaan di antaranya mencakup perencanaan mencakup perencanaan
kebutuhan, seleksi, pengangkatan, penempatan, pengembangan, dan pemberhentian.
Bagi sekolah negri, fungsi yang menjadi kewenangan kepala sekolah tidak
sekompleks tersebut. Selama ini peran sekolah hanya sebatas mengusulkan
kebutuhan tenaga (guru dan nonguru), memproses/mengusulkan angka kredit,
mengusulkan pension atau usul pindah.
3.
Bidang
keuangan
Terutama untuk pendanaan
pendidikan di sekolah merupakan salah satu elemen MBS yang sangat penting.
Merujuk pada keuangan sekolah sebagai elemen asensial dalam pelaksanaan MBS.
4.
Bidang
Sarana dan Prasarana
Kasus-kasus terjadi yang
menunjukkan inisiatif sekolah untuk memenuhi sendiri sarana prasarana
pendidikan. Diantara sekolah banyak yang membangun tambahan ruang kelas baru
atau memperbaiki ruang kelas yang rusak secara mandiri (dengan bantuan orang
tua peserta didik dan BP3 atau komite sekolah). Ada juga sekolah-sekolah yang
membeli buku pelajaran dan tambahan buku perpustakaan atas inisiatif sendiri.Di
sisi lain, juga ada sebagian buku-bukuyang didropoleh pemerintah provinsi, atau
pemerintah kabupaten/kota.
5.
Bidang
Kesiswaan
Siswa atau peserta didik
merupakan komponen yang sangat penting karena menjadi muara dan seluruh upaya perbaikan komponen-komponen
lainnya dalam manajemen pendidikan. Perbaikan kurikulum dan penataran guru
misalnya, tujuan akhirnya adalah untuk membuat agar prestasi peserta didik
menjadi lebih baik.
B.
BANGUNAN MANAJEMEN BERBASIS
SEKOLAH
Banyak guru, kepala sekolah, bahkan
kalangan dinas pendidikan yang melihat kebijakan pembaruan di bidang pendidikan
secara terpotong-potong tidak menyeluruh. Mereka mungkin tidak salah karena
mereka memperoleh dari berbagai sumber, kepentingan dan kegiatan yang berbeda.
Kesan yang timbul seolah-olah banyak sekalik kebijakan baru yang membuat pusing
sekolah. Bagan bangunan MBS dimaksudkan untuk menghilangkan kesan banyak sekali
kebijakanb baru yang seolah-olah berdiri sendiri-sendiri.
1. Bangunan Segi empat MBS dan daerah
lingkaran
a)
Bangunan segi empat MBS merefleksikan
proses pengelolaan pendidikan.
b)
Proses pembelajaran (PBM) digambarkan
dalam bangunana lingkaran dengan garis-garis tebal karena proses ini lebih
terfokus, direncanakan dengan sadar, materi dan metode serta sumber major yang
spesifik dan dengan tujuan untuk mencapai kompetensi yang spesifik pula,
sedangkan roses pendidikan di dalam sebuah sekolah merupakan wadah interasosial
yang lebih luas dan beragam kegiatannya.
c)
Sumber Daya
Pendidikan (SDP) merupakan sisi penopang penting untuk keberhasilan proses
pembelajaran maupun prosees pendidikan pada umumnya pada suatu sekolah.
d)
Kurikulum berbasis kompetensi menuntut
inisiatif dan kreativitas guru, bahkan para guru baik secara sendiri atau
kelompok dapat merumuskan silabus dan kompetensi yang harus dicapai oleh
peserta didik.
2. Atap Segitiga
Dalam bangunan MBS, terdapat atap segitiga akuntabilitas
yang merujuk kepada standar nasional, akreditasi sekolah dan evaluasi
independen oleh lembaga mandiri.
Kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan dasar
dan menengah juga berfungsi sebagai standar nasional karena ditetapkan oleh pemerintah
pusat.
Evaluasi merupakan bentuk akuntabilitas yang diberikan
kepada satuan-satuan pendidikan, termasuk program-programnya.
Menurut pasal 61 UU Nomor 20 tahun 2003, sertifikat
berbentuk ijazah dan sertifikat kompetensi.
Sertifikat kompetensi melalui uji kompetensi pada umumnya
sangat populer untuk sekolah kejuruan dan kursus-kursus serta pelatihan
keterampilan tertentu yang bersifa vokasional.
Berdasarkan pasal 61 UU Nomor 20 tahun 2003, p[ara
pengambil kebijakan masih mempunyai ruang untuk mengatur pelaksanaannya.
3. Lantai Prasyarat (SPM), Fondasi (Kebijakan
Pemerintah Kabupaten/Kota) dan Lahan (Aspirasi Masyarakat)
Pelaksanaan MBS yang berwawasan mutu
(MBS) akan sulit diwujudkan bahkan dalam kondisi tertentu tidak dapat
dilaksanakan, kalau pemenuhan standar pelayanan minimal sekolah
(P-SPM-S) tidak dilaksanakan untuk mendukung sumber daya pendidikan (SDM) yang
memadai. Sesuai dengan Kepmendiknas Nomor 044/U/2002, Dewan Pendidikan berperan
menampung dan menyalurkan aspirasi tersebut, dengan fungsinya sebagai pendukung
(turut mencari solusi dan pemecahan masalah), penasehat (pemberi saran),
pengawas (ikut mengontrol) dan mediator (penghubung berbagai pihak untuk
membantu pendidikan). Dalam praktik saling hubungan antarelemen tersebut
sungguhpun merupakan parameter, tetapi pelaksanaannya elastis/fleksibel dan
dinamis dan sangat ditentukan oleh loyalitas serta kesungguhan berbagai pihak
terkait terhadap pelaksanaan sistem yang berlaku.
C.
PERAN MASYARAKAT, DEWAN
PENDIDIKAN, DAN KOMITE SEKOLAH DALAM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN NASIONAL
Dalam proses pendidikan ada tiga
lingkungan penting yang sangat berpengaruh yaitu keluarga, sekolah dan
masyarakat yang mempunyai sasaran yang sama yaitu anak.
Pembentukan dewan pendidikan dan komite
sekolah tidak terlepas dari upaya mensinergikan dukungan dan peran serta
masyarakat baik yang terdiri dari perorangan, kelompok, tokoh masyarakat, dunia
usaha, organisasi profesi dan organisasi kemasyarakatan lainnya serta orang tua
peserta didik untuk bersama-sama sekolah mengusahakan tercapainya peningkatan
mutu, pemerataan dan efisiensi pengelolaan pendidikan secara demokratis dan
accountable dalam rangka tujuan pendidikan nasional.
1.
Peran serta masyarakat menurut UU No. 2
tahun 1989 tentang Sisdiknas
Pada Bab XIII
undang-undang No. 2 tahun 1989 pasal 47, ayat (1), (2), dan (3) tentang peran
serta masyarakat disebutkan sebagai berikut :
1)
Masyarakat sebagai mitra pemerintah
berkesempatan yang seluas-luasnya untuk berperan serta dalam penyelenggaraan
pendidikan nasional.
2)
Ciri khas satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh masyarakat tetap diindahkan.
3)
Syarat-syarat dan tata cara dalam
penyelenggaraan pendidikan ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
Dari pasal 47 ayat 1, 2 dan penjelasan pasal ini jelas,
peran serta masyarakat dalam pendidikan pemaknaannya dibatasi hanya dalam hal
penyelenggaraan pendidikan di luar yang diselenggarakan oleh pemerintah.
Artinya, peran serta tersebut terbatas dalam bentuk penyelenggaraan sekolah
swasta.
Satu-satunya wadah yang memberi kesempatan kepada
masyarakat untuk memberikan saran atau pertimbangan adalah Badan Pertimbangan
Pendidikan Nasional (BPPN), yang peranannya dinyatakan dalam Bab XIV pasal 48
ayat 1, 2 sbb :
1)
Keikutsertaan masyarakat dalam
penentuan kebijaksanaan menteri berkenaan dengan sistem pendidikan nasional
diselenggarakan melalui suatu Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional yang
beranggotakan tokoh-tokoh masyarakat dan yang menyampaikan saran, nasehat,
dapemikiran lain sebagai bahan pertimbangan.
2)
Pembentukan Badan Pertimbangan Nasional
dan pengangkatan anggota-anggotanya dilakukan oleh Presiden.
Dari hal itu, dapat diketahui bahwa
peran serta masyarakat lebih difokuskan pada pendirian (penyelenggaraan)
sekolah swasta.
Konsep bahwa pendidikan merupakan tanggungjawab bersama
antara keluarga, masyarakat dan pemerintah dimaknai secara sempit karena hanya
dikaitkan dengan biaya pendidikan. Rumusan tersebut terdapat pada penjelasan
pasal 25 ayat 1 butir 1/Sementara pasal 25 pada UU No. 2 tahun 1989 ayat 1
butir 1 bunyinya sbb :
(1) Setiap peserta didik berkewajiban untuk
1. Ikut menanggung biaya penyelenggaraan
pendidikan, kecuali bagi peserta didik yang dibebaskan dari kwajiban tersebut
sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Sekali lagi, tampak bahwa pengertian tanggungjawab
bersama telah dikerdilkan artinya, hanya sebatas sumbangan biaya pendidikan
bagi siswa sekolah negeri, yang bukan pada jenjang wajib belajar.
2.
Peran Serta Masyarakat menurut UU
Sisdiknas No. 20 Tahun 2003
Untuk memperjelas jaminan hukum
terhadap berbagai peran serta masyarakat dalam sistem pendidikan nasional,
memperhatikan pasal-pasal dalam UU No 20 tahun 2003 berikut ini :
a.
Berkaitan dengan kelompok masyarakat
dalam pendidikan, bagian kesatu, umum
b.
Berkaitan dengan hak masyarakat untuk
menyelenggarakan pendidikan bagian kedua dari Bab XV, pendidikan berbasis
masyarakat, pasal 55 ayat 1 sampai 4
c.
Berkaitan dengan wadah mekanisme untuk
mensinergikan peran serta masyarakat secara keseluruhan
3.
Keputusan Menteri Pendidikan Nasional
RI Nomor 044/U/2002 tentang Dewan
Pendidikan dan Komite Sekolah.
Depdiknas melalui Kepmendiknas No.
044/U/2002 telah mencanangkan pembentukan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah
di seluruh Indonesia.
4.
Beberapa catatan tentang Pelaksanaan
Perean Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah
Beberapa catatan untuk mendukung peran lembaga-lembaga
mandiri tersebut, sebagai berikut :
a. Batasan peran Dewan pendidikan
dan Komite Sekolah
Pelaksanaan kebijakan menjadi tanggungjwab birokrasi
pendidikan di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota, sebagai pasangan
kerja Dewan Pendidikan sesuai lingkupnya. Sedangkan pelaksnaan kebijakan
sekolah ada di tangan satuan pendidikan yang bersangkutan.
Keterlibatan anggota maupun pengurus baik Dewan
Pendidikan maupun Komite Sekolah dalam melaksanakan tugasnya adalah atas nama
lembaga bukan pribadi. Apa yang mereka lakukan harus dipertanggungjawabkab
kepada lembaga dan kalau terdapat penyimpanan tentu akan dituntut sesuau aturan
perundangan yang berlaku :
1.
Hak orang tua siswa
Masalah yang
menyangkut kepentingan orang tua secara bersama/umum dapat disalurkan melalui
Komite Sekolah
2.
Acuan atau Panduan Pembentukan Dewan
Pendidikan dan Komite sekolah yang dikeluarkan mendiknas dengan keputusan No
044/U/2002 sudah cukup memadai, paling tidak untuk kondisi masyarakat dan
sekolah yang sedang dalam perailah ke arah kemandirian.
3.
Status kelembagaan Dewan Pendidikan dan
Komite Sekolah dan keanggotaannya.
Dewan pendidikan dan Komite sekolah
sebagai lembaga mandiri , keanggotaannya bersifat terbuka dan suka rela
4.
Sosialisasi Dewan pendidikan dan Komite
Sekolah secara terpadu dengan komponen pembaruan lainnya.
5.
Pembentukan komite sekolah agar dilakukan
sebagai ”gayung bersambut” dengan penerapan MBS sesuai pesan pasal 51 UU No. 20
tahun 2003.
BAB IV
PENUTUP
1.
KESIMPULAN
Istilah
manajemen berbasis sekolah merupakan terjemahan dari “school-based management”.
MBS merupakan paradigma baru pendidikan, yang memberikan otonomi luas pada
tingkat sekolah ( pelibatan masyarakat ) dalam kerangka kebijakan pendidikan
nasional. Menurut Edmond yang dikutip Suryosubroto merupakan alternatif baru
dalam pengelolaan pendidikan yang lebih menekankan kepada kemandirian dan
kreatifitas sekolah. Nurcholis mengatakan Manajemen berbasis sekolah (MBS)
adalah bentuk alternatif sekolah sebagai hasil dari desentralisasi pendidikan. Fungsi dan substansi Manajemen Berbasis Sekolah, dari aspek
fungsinya, beberapa hal yang tercakup adalah perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan, pengawasan, evaluasi, dan kepemimpinan. Fungsi-fungsi ini
dilaksanakan oleh sekolah (kepala sekolah, guru, dibantu oleh komite sekolah)
dan ada yang berpendapat karena pentingnya “kepemimpinan” maka manajemen dan
kepemimpinan dipisahkan.
2.
SARAN
Berdasarkan
hasil penelitian, maka ada beberapa pandangan peneliti yang sekiranya dapat
diangkat sebagai saran bagi pihak sekolah, dan peneliti yang akan datang.
1.
Bagi sekolah hendaknya untuk meningkatkan kualifikasi
akademik guru yang belum sesuai dengan tuntutan program dan melengkapi
kekurangan sarana dan prasarana sekolah. Selain itu, kerjasama dengan pihak
terkait agar lebih diintensifkan
sehingga sekolah bisa mendapatkan bantuan dana dari perusahan atau lembaga
selain pemerintah dan orang tua siswa.
2.
Bagi pembaca diharapkan dapat melakukan penelitian lanjutan
mengenai implementasi Manajemen Berbasis Sekolah dengan tinjauan yang berbeda
yaitu tentang substsi program dan pendanaan sekolah.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Pendidikan Nasional RI.(2001). Manajemen Berbasis Sekolah Dasar.
Jakarta : Ditjen Dikdasmen.
Keputusan Mentri Pendidikan Nasonal RI Nomor 004/U/22
tentang Dewan Pendidikan dan Komie
sekolah. Jakarta :Depdiknas, 2002.
Sritejo, R. (2012). Peran Masyarakat, Dewan Pendidikan, dan Komite Sekolah dalam
Penyelenggaraan Pendidikan Nasional. Di uuduh dari : http://fedelisrudi.blogspot.com/2012/10/peran-masyarakat-dewan-pendidikan-dan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar